Wlahar Wetan – Hangatnya sinar mentari di pagi menjelang siang sangat terasa, diselingi lambaian angin melintas di atas rumpun padi, sejumlah petani Desa Wlahar Wetan Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas sudah sibuk mengurus tanaman padi di sawah miliknya masing-masing.
Ada yang beda pada hamparan tanaman padi yang sudah berusia dua bulan lebih ini, yang tentunya banyak membuat penasaran sebagian orang di saaat melintasnya. Sejak memboyong benih padi Inpago Unsoed 1 tepatnya 18 Oktober 2017 dari Pusat Penelitian Padi dan Kedelai LPPM Unsoed, perlahan pertumbuhan padi Inpago ini terlihat sesuai dengan apa yang diharapkan serta bisa membayangkan proses menghasilkan padi premium yang harga jualnya lebih tinggi, semakin terasa nyata.
Tidak hanya petani di Wlahar Wetan, ribuan petani lainnya di negeri ini pun, telah senyum lebar saat masa panen tiba. Ada petani dari Maluku Utara, Mataram, Bali, Merauke, Ternate, Sumatra Selatan dan lain-lain. Inpago Unsoed 1, varietas padi hasil temuan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto menjadi harapan baru untuk kesejahteraan petani.
Sekretaris Pusat Penelitian Padi dan Kedelai LPPM Unsoed, Dyah Susanti SP.MP mengatakan, tampilan perbedaannya sangat jelas antara Inpago Unsoed 1 dibandingkan dengan Mekongga yang ditanam kadang tani dan perangkat di Desa Wlahar Wetan pada umur yang sama (74 hst) dengan teknik budidaya yang sama pula.
“Pertumbuhan Inpago Unsoed 1 menurut teman-teman petani dan hasil pengamatan bersama tadi pagi, lebih cepat, jumlah anakan lebih banyak (36-50) anakan per rumpun untuk yang semiorganik, untuk yang organik (20-38) karena tanpa pupuk dasar, malai lebih panjang (landung), jumlah biji per malai lebih banyak”.
Hama penyakit ada, tapi masih di bawah ambang batas. Sarannya, dikendalikan manual kemawon, Keseragaman varietas masih baik, ada beberapa rumpun tipe simpang (jonggol/jumggul) sudah kami (Tim Unsoed) ajak dan belajar bareng cara membedakannya dan cara membersihkannya agar kemurniannya terjaga dan nantinya bisa lolos sertifikasi. “Insyaa Allah 3 pekan lagi sudah bisa dipanen, mohon doa nggih (ya) semua pihak, mugi-mugi slamet dumugi (mudah-mudahan selamat sampai) panen dan hasilnya sesuai harapan kita semua,” tutur Dyah.
Dyah Susanti SP.MP menambahkan, padi Inpago Unsoed 1 merupakan hasil persilangan dari padi gogo dan methik wangi. Inpago Unsoed 1 menjadi istimewa, karena bisa bertahan hidup baik di lahan kering maupun di area persawahan. Dan hasilnya merupakan beras dengan kualitas premium yang aroma wanginya tidak terlalu tajam.
“Padi gogo adalah jenis padi yang tahan terhadap kekeringan, namun hasil panennya tidak terlalu baik dan padi menthik wangi, merupakan padi yang biasa tumbuh di area persawahan dengan air melimpah. Pada saat keduanya disilangkan, hasilnya panen ternyata melimpah, bisa sampai 8-13 ton per hektare. Padahal padi biasa hanya menghasilkan 5-6 ton per hektar,” terangnya.
Lebih lanjut Dyah menerangkan, selama ini Unsoed selalu terdepan dalam perakitan varietas unggul padi dan kedelai. Dan fokus penelitian lebih menyasar pada lahan-lahan marginal. Hal ini mengingat konversi lahan tidak lagi terbendung, sehingga Unsoed berupaya semaksimal mungkin untuk mendulang potensi dari lahan kering dan lahan yang belum dimanfaatkan petani.
Tahun 2011, Unsoed melepas padi gogo aromatik yang sudah mendapat hak varietas tanaman. Padi gogo aromatik ini ada tiga jenis yaitu padi Inpago Unsoed 1, padi JSPGA 136 (Jenderal Soedirman Padi Gogo Aromatik 136) dan padi JSPGA 9. Padi JSPGA 136 cenderung lebih bagus ditanam pada wilayah pegunungan dan padi JSPGA 9 hanya bagus ditanam di wilayah pesisir.
Guru Besar Pemuliaan Tanaman Unsoed, Prof Ir Totok Agung Dwi Haryanto MP.PhD mengatakan, peningkatan produksi padi di Indonesia sudah tidak jamannya lgi bertumpu pada sawah. Sebab, alih fungsi lahan semakin banyak, sampai 100 hektar per tahun. Sehingga pemanfaatan lahan kering merupakan solusi untuk pertanian berkelanjutan. Padi Inpago Unsoed 1 ini sudah panen dibeberapa wilayah, antara lain di Kabupaten Purworejo yang menghasilkan sampai 13 ton per ha kemudian bulan Agustus kemarin panen di Maluku Utara, dengan hasil 8 ton per Ha.
Dengan Inpago Unsoed 1, kesejahteraan petani akan terangkat. Hanya saja, tidak mudah untuk mengubah pola pikir petani supaya mau menanam Inpago Unsoed 1. Kebiasaan petani untuk menanam satu jenis padi sudah terdoktrin sangat lama, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengubahnya.
Beras Inpago Unsoed 1, sekarang juga sudah mempunyai segmen pasar tersendiri. Beras tersebut memang belum merambah supermarket besar karena terkendala stok, namun petani yang menanam Inpago Unsoed 1 sudah mulai merasakan hasilnya. Hasil panen mereka dibeli dengan harga lebih tinggi dan konsumen pun berebut memesan. “Kesejahteraan sudah di depan mata, tinggal petani mau atau tidak untuk meraihnya bersama Inpago Unsoed,” pungkas Dyah.
Sumber Resensi di olah dari:
1. Harian Online wawasan.co
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Balitbangtan
3. Blog GREAT-Q SEED