REFORMA AGRARIA YANG DITEGASKAN PRESIDEN JOKO WIDODO PADA RAPAT TERBATAS DI KANTOR PRESIDEN, RABU 24 AGUSTUS 2016 MENJADI JAWABAN ATAS KEBIJAKAN YANG LAMA DITUNGGU.
Pada debat calon presiden dua tahun silam, 15 Juni 2014, Jokowi membeberkan skemanya untuk mereformasi struktur agraria yang timpang sehingga diyakini bisa menjadi solusi bagi kesejahteraan sosial. Saat itu, Capres Jokowi bertekad mengembangkan ekspor pertanian berbasis pengolahan industri dalam negeri. Serta membuka 1 juta hektar lahan kering di luar Jawa dan Bali untuk petani.
Dengan gaya humanisnya yang khas, dalam pembuka debat Jokowi menyapa masyarakat kecil yang ditemui saat kampanye dan menitipkan harapan untuk memajukan ekonomi Indonesia lebih baik. Dari Ibu Helly tukang cuci di Manado, Pak Abdullah nelayan di Belawan, Asep guru di Jawa Barat, sampai Bu Satinah buruh tani di sawah Banyumas. “Ekonomi berdiri ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata Jokowi.
Dalam rangkaian debat capres-cawapres, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mencantumkan poin-poin penting terkait visi-misi bidang pangan, energi. Khususnya terkait reformasi agraria, capres Jokowi menegaskan pentingnya mewujudkan kedaulatan pangan. Melalui kebijakan perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di tiga juta hektar sawah, dengan satu juta hektar lahan sawah baru di luar Jawa. Selain itu, juga mendirikan bank petani, membangun gudang dengan fasilitas pengolahan pascapanen di tiap sentra produksi. Melakukan langkah pemulihan kualitas kesuburan lahan yang air irigasinya tercemar limbah industri dan rumah tangga, serta menghentikan konversi lahan produktif.
Jokowi juga menekankan program akses dan pendistribusian aset kepada petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani. Termasuk dalam reformasi agraria yakni menyerahkan lahan sebesar 9 juta hektar, serta meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,3 hektar menjadi 2,0 hektar per keluarga tani.
Puncaknya, di debat capres putaran terakhir 5 Juli 2014, Joko Widodo menegaskan pentingnya desa memiliki badan usaha milik desa, apalagi dengan dikucurkannya dana desa hampir Rp 1 miliar untuk tiap desa. “Badan usaha milik desa itu bisa dalam bentuk koperasi, bisa dalam bentuk yang lain. Yang penting desa bisa mandiri, dengan memperkuat kelembagaan perangkat desa, dan anggaran untuk desa,” kata Jokowi.
Insentif bagi petani
Kini, jelang empat tahun masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi membuktikan janji-janji itu. Insentif bagi petani ataupun rakyat desa pada umumnya dilakukan dengan berbagai model. Salah satunya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebagai skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif dan layak (feasible). Namun mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan perbankan (belum bankable). KUR merupakan program pemberian kredit/pembiayaan dengan nilai di bawah Rp 500 juta dengan pola penjaminan oleh pemerintah. Besar coverage penjaminan KUR maksimal 80% dari plafon kredit untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan industri kecil, dan 70% dari plafon kredit untuk sektor lainnya. Hingga Juni 2016, penyaluran KUR tercatat Rp 46,1 triliun, atau terealisasi 38,4% dari target penyaluran yang ditetapkan Rp 120 triliun.
Adapun Dana Desa yang dialokasikan Rp 46,98 triliun rupiah, sebagai realisasi Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa, diharapkan menjadi stimulus bagi perekonomian petani dan masyarakat desa pada umumnya. Prioritas penggunaan dana desa diperuntukkan untuk membangun infrastuktur antara lain jalan, irigasi, jembatan sederhana, dan talud. Bidang kesehatan dan pendidikan juga perlu diprioritaskan, di antaranya Posyandu dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jika infrastruktur serta sarana dan prasarana desa sudah baik, maka dana desa dapat digunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Seperti pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center).
Reforma Agraria telah digulirkan. Instrumen dan infrastruktur yang menyertainya pun berjalan seiring. Ujung kebijakan ini jelas, agar para petani dan masyarakat desa lain seperti buruh, nelayan, guru maupun profesi-profesi lain merasakan dampak positif dari reformasi itu. Bukan sekadar menyapa, Presiden Jokowi benar-benar ingin mewujudkan kesejahteraan bagi Helly, Abdullah, Asep, Satinah, dan kawan-kawannya…
SUMBER: Agar Petani Tak Lagi Menjadi Obyek
Yakinlah, semua upaya dan langkah yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat merupakan investasi besar dalam perubahan besar di republik ini. Desa merupakan layer pertama yang langsung bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari warga. Dengan kondisi sekarang, pertanian masih menjadi domain yang patut diandalkan meskipun kapitalisasi ekonomi sangat tertatih-tatih akibat intervensi pemerintah pada harga komoditas pertanian yang terlalu besar. Marketplace untuk produk unggulan diperlukan supaya memiliki jalur distribusi dan pemasaran yang berkualitas. Maju terus Wlaharwetan!
bisa jadi referensi nih, terima kasih
Terima kasih wlaharwetan.