H-1 : Road To Seminar “Menjangkarkan Kedaulatan Pangan Melalui Integrated Farming Berbasis Koperasi Yang Memberdayakan”
Ini seminar yang rumit… tapi sepertinya kalimat itu kurang tepat dan tidak mewakili semangat yang sedang membuncah di segenap penggagas, aktivis pemberdayaan di bidang pertanian dan juga para nara sumber. Bagaimana tidak, untuk menggelar seminar kedaulatan pangan ini saja sudah digelar tiga kali diskusi content. Alasan sederhananya adalah adanya harapan besar terbentuknya efektivitas dan keberlanjutan yang nyata. Jadi, diskusi informal malam ini adalah bagian dari upaya awal men-sinergikan istilah kedaulatan pangan, integrated farming dan koperasi.
Diskusi terbatas malam ini berlangsung santai walau sangat peduli substansi. Bertempat di Cafe d’Saung, diskusi malam ini di hadiri dalam agenda ini, Pak Anisur (Dekan Pertanian Unsoed), Pak Bima Kartika (Kabid Koperasi Propinsi Jawa Tengah), Mbah Moko (Aktivis Pemberdayaan Petani), Pak Eko (Kepala Bappeda Banyumas), Pak Dodiet (Kades wlahar wetan), Herry Kristanto (Aktivis Sosial), Pak Rizkul (Dosen Pertanian), Bu Novi (Dosen Fak Ekonomi Unsoed), Anis Sa’adah (Aktivis Pemuda/i Koperasi), Firdaus (Direktur Kopkun Institute), Muhammad Arsad Dalimunte (Ketua Dekopinda Banyumas), mas Wahyudi (Aktivoator Sri Organik Ngawi).
Mengawali diskusi, Om Herry Kristanto mewakili barisan pengagas menyampaikan bahwa berkumpulnya para pakar pertanian, aktivis pertanian dan aktivis koperasi malam ini merupakan sebuah kebahagiaan luar biasa yang men-stimulan lompatan perbaikan pertanian dan juga ketahanan pangan. Langkah kecil ini diharapkan bisa menjawab keresahan yang hari ini sedang melanda pertanian negeri ini.
Dalam prolognya, Pak Anisur yang juga Dekan Fakultas Pertanian Unsoed menyampaikan, “Saya tidak menduga kalau tema kedaulatan pangan ini menggelinding sedemikian rupa dan menjadi begitu serius dan memang sangat layak diseriusi. Hal ini tidak saja menjadi persoalan bangsa, tetapi juga berkaitan dengan nasib petani dan unsur-unsur yang terlibat. Mensinkronkan pertanian dengan koperasi sangat relevan dari perspektif analisa, tetapi menjadi tantangan mewujudkannya di realitas keseharian”.
Pak Eko, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Banyumas menyambut baik inisiasi ini. Beliau sangat mendukung insiatif dan upaya akselerasi pengembangan koperasi khususnya yang menyentuh pertanian. Beliau menyatakan. “Saya tidak pesimis inisiatif dan idealisme semacam ini hanya menjadi sebatas tema seminar, tetapi melalui langkah-langkah bertahap dan berkelanjutan akan mewujud keadaan-keadaan baru yang pada waktunya akan mencapai titik ideal”.
Mbah Moko yang besok akan menjadi salah satu narasumber seminar menyatakan bahwa sekarang ini banyak hal yang terlupakan dari kebaikan-kebaikan praktek pertanian yang dilakukan di masa lalu. Agresifitas negara dalam memproduksi pupuk perlu disikapi dengan bijak. Adakah upaya pupuk an-organik ini digeser ke organik?, tanya beliau menggugah kepedulian segenap audience yang hadir. Beliau berpesan perlu melakukan rehabilitasi pola, sehingga rakyat memiliki cara-cara yang lebih baik dan bijak dalam bertani.
Testimoni Mas Wahyudi selaku petani Organik dari ngawi sangat menyentuh. Konsep pertanian yang baik dan benar itu terletak pada ekologi tanah. Hasil pertanian yang baik sulit didapat dari tanah yang rusak. Tanah di jawa sudah rusak parah. Hakekat konsep SRI adalah menghargai sebuah pohon dimana yang menjadi pimpinannya adalah akar. Namun, bagaimana akar menjadi kuat bila berada ditanah yang rusak. Prinsip organik itu tidak memberikan makanan, tetapi menyajikan bahan-bahan makanan. Namun demikian, beliau mengatakan bahwa hanya sikap sabar, ridho dan ikhlas yang akan mendorong tumbuhkembangnya organik.
Kaitannya dengan koperasi, gerakan kedaulatan pangan ini akan menjadi mubah jika tidak ada koperasi yang mempersatukan dan membela kepentingan petani. Sebagai referensi, Koperasi Fonterra New Zeeland merupakan contoh koperasi yang eksis dan konsen membela kepentingan dan kesejahteraan petani.
Pak Bima selaku Kabid Koperasi Propinsi Jawa Tengah mengatakan bahwa Dinas koperasi Jawa Tengah selalu mengapresiasi setiap inisiasi pendirian koperasi dan berupaya mempermudah pengurusan perizinan. Hanya saja, konsistensi masyarakat dalam berkoperasi yang masih menjadi soal dan hal ini memerlukan solusi. Beliau juga menyatakan bahwa 0,2% warga negara menguasa hampir 80% luasan tanah dan sisanya yang dimiliki oleh rakyat. Statistik kepemilikan tanah ini menjadi tantangan dalam menegakkan kedaulatan pangan. Mindset masyarakat tentang kedaulatan pangan juga masih perlu sosialisasi dan edukasi massif. Dengan demikian, gerakan kedaulatan pangan ini menjadi gerakan bersama dari segenap petani dan stakeholdernya. Juga perlu mediasi brilian bagaimana mempertemukan keinginan pemerintah dan kemauan masyarakat dengan memasukkan tema organik sebagai jalan menuju kedaulatan pangan. Dalam semangat pembinaannya, koperasi-koperasi didorong mengembangkan koperasi yang menggerakkan sektor riil sehingga lebih berkontribusi dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Mengembalikan koperasi ke Jati Diri-nya menjadi tema sentral yang diarus utamakan agar fungsi pemberdayaan koperasi berjalan secara efektif.
Dipenghujung, Pak Dodiet selaku Kepala Desa Wlahar Wetan mengemukakan tekadnya membangun desa berdaya. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengajar masyarakat untuk bicara dan mendorong adanya gerakan sistematis. Alhamdulillah, gagasan ini disambut baik oleh masyarakat dan saat ini mulai melakukan pergerakan. Beliau juga menyatakan kesiapan desanya dijadikan sebagai tempat praktek konsep integrated farming.
Seminar kedaulatan pangan ini dipastikan berlangsung sangat menarik dan produktif bagi perbaikan nasib pertanian indonesia dan kedaulatan pangan di negeri tercinta ini. Satu catatan lagi, seminar ini hanyalah langkah awal untuk menyatukan energi dan tekad untuk berkontribusi dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
Sumber: http://www.dekopinda-banyumas.org/2016/10/h-1-road-to-seminar-menjangkarkan.html
Seminar “Menjangkarkan Kedaulatan Pangan”
- Prosesi Ceremoni Yang Inspiratif
Tersatukannya energi dan semangat telah menjadi inspirasi pegelaran seminar ini. Moralitas atas realitas pertanian dan petani dikekinian serta kepedulian atas kedaulatan pangan telah menjadi sumber energi untuk berbuat sesuatu walau memulainya dari langkah kecil.
Sebagai Ketua Panitia, Pak Agus menyatakan bahwa seminar ini merupakan bagian dari rangkaian Dies Natalis Fakultas Pertanian ke-54.
Dalam pegelaran seminar ini, Fakultas Pertanian Unsoed menggandeng Dekopinda (Dewan Koperasi Indonesia Daerah) Kabupaten Banyumas dan Kopkun Institute. Pemilihan tema “Menjangkarkan Kedaulatan Pangan melalui strategi integrated Farming Berbasis Koperasi Pemberdayaan”. mengandung tiga hal, yaitu : (i) bagaimana menjangkarkan kedaulatan pangan; (ii) bagaimana koperasi bisa memberdayakan dan; (iii) bagaimana integrated farming efektif bagi peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian dalam arti luas. Beliau berharap seminar di Fakultas Pertanian Unsoed ini bisa menjadi momentum akselreasi pembangun koperasi di tanah air. Apalagi sejarah sudah mencatat bahwa Purwokerto adalah kota kelahiran koperasi.
Bapak Rektor Unsoed yang dalam hal ini diwakili oleh wakil rektor III Prof Hananto menyampaikan ucapan terimakasih dan apresiasinya terhadap inisiasi penyelenggaraan seminar ini. Beliau sangat respect-nya terhadap pemilihan tema yang saat ini sedang menjadi satu isu yang sangat strategis. “Mati tidaknya suatu bangsa ditentukan cukup tidaknya kesedian pangan”. tegas beliau. Oleh karena itu, upaya nyata membangun ketahanan pangan harus dilakukan setiap negara, jika tidak, hal ini berpotensi masuknya intervensi negara lain. Beliau juga berharap seminar ini tidak saja berhenti sampai disini, tetapi di ikuti dengan tindak lanjut sehingga melahirkan kontribusi nyata bagi perwujudan kedaulatan pangan Indonesia.
Energi dan moralitas memperjuangkan pertanian semakin termantik saat Dekan Fakultas Pertanian Unsoed, Bapak DR.Ir.Anisur Rosyad,M.S. menyampaikan pidatonya yang berjudul “Refleksi Pendidikan Pertanian di Faperta Unsoed”. “Pertanian kita penuh dengan himpitan permasalahan yang begitu banyak seperti lahan yang kian menyempit, produktivitas menurun, rasionalitas production cost dan harga jual; kelembagaan dalam pertanian masih belum solid, kebijakan di bidang pertanian yang masih memerlukan peningkatan efektivitas dan lain sebagainya. Sebagai catatan, Fakultas Pertanian Unsoed ini dihuni sejumlah 3000 mahasiswa dan sekitar 150-an Dosen. Uniknya, sebagian besar dari mahasiswa/i tidak berasal dari keluarga pertanian sehingga kurang memahami suasana kebathinan di lingkungan pertanian. Kampus ini juga dihuni oleh para peneliti hebat namun masyarakat masih segan meng-akses secara efektif. Oleh karena itu, yang menjadi PR besar adalah bagaimana kampus ini menjadi mesin penjawab bagi persoalan-persoalan yang dihadapi petani dan juga permasalahan yang timbul di lingkungan pertanian. Untuk itu, mahasiswa perlu dibekali kompetensi yang cukup dan membangun kedekatan dengan keseharian petani. Beliau berharap, para peneliti dirasuki semangat pemberdayaan sehingga berdampak pada akselerasi pertumbuhan dan perkembangan pertanian. Disamping itu, re-posisi cara pandang terhadap koperasi dan lembaga pertanian sangat dilakukan oleh para insan kampus. Saat ini, koperasi ibarat sesuatu yang dibenci dan sekaligus dirindukan. Mayoritas koperasi yang belum berkembang bukan karena kesalahan pada konsepsinya, teapi belum terbangunnya kemampuan dalam meng-intrepretasikan konsepsi kedalam keseharian koperasi. Oleh karena itu, insan kampus harus me-reposi persepsi dan mindset masyarakat terhadap koperasi. Sebagai catatan akhir, “Dalam orientasi pegembanganya ke depan, fakultas pertanian ingin mengembangkan pertanian berkelanjutan, memampukan pertanian dalam mengangkat harkat martabat petaninya, mahasiswa memiliki mental kuat dengan kompetensi mumpuni dan senantiasa menjiwai dan mencintai pertanian. Upaya-upaya pengembangan yang dilandasai pemahaman yang utuh atas persoalan diharapkan berujung pada tersusunnya solusi komprensif. Semangatnya yang terus akan dibangun adalah: “Fakultas Pertanian Unsoed menjadi sahabat petani”, ungkap Pak Anisur.
- Sesi Seminar
Seminar “menjangkarkan Kedaulatan” ini menghadirkan 3 (tiga) nara sumber yang luar biasa, yaitu Bapak Sudarmoko seorang praktisi Integrated Farming System, Bapak Bima Kartika selaku Kepala Bidang Dinas Koperasi Prov. Jawa Tengah dan Bapak Jaka Budi Santoso selaku Kabi EKonomi Bappeda Kab.Banyumas. Bung Firdaus Saputra,HC direktur selaku Kopkun Institute memerankan moderator dalam seminar ini.
Pak Jaka Budi Santoso mengawali presentasinya dengan mengungkapkan beberapa masalah pertanian, yaitu : kemiskinan terstruktur; SDM (Petani) yang didominasi generasi tua, miskin dan berpendidikan rendah; SDA yang mulai tergerus mulai dari ketersediaan lahan pertanian, hutan, air irigasi, pencemaran, kepemilikan lahan; infrastruktur rusak. Dari sisi output produksi dan produktivitas rendah. 1998, Indonesia sukses swasembada pangan dan bahkan ekspor, namun saat ini hal itu tinggal kenangan namun perlu diperjuangkan.
Corporate Farming diidekan sebagai solusi dalam mengatasi ragam persoalan yang ada. Dalam konsep corporate Farming, terdapat ciri dimana kepemilikan lahan oleh petani dan diikuti dengan rekayasa pola sehingga terbentuk peningkatan produksi dan produktivitas. Pengelolaan secara profesional adalah harga mati yang harus hadir pada keseharian corporate farming. Ruang lingkup corporate farming meliputi on farm (produktivitas tinggi, komoditas beragam, efisiensi biaya, organik) dan off farm (pengolahan hasil, sortasi, pengemasan, penggudangan, pemasaran, kemitraan, buka pasar). Sementara itu tahapan pembentukan corporate farming dijelaskan berikut ini: pemahaman substansi; perubahan mindset; kesepakatan bersama; pembentukan organisasi; pemilihan pengurus; pendampingan teknis dan non-teknis serta fasilitas/bantuan yang edukatif. Dengan terbangunnya corporate farming, maka bargainning position petani menjadi lebih kuat dan strategis, baik dalam mengakses hal-hal yang diperlukan dalam meningkatkan produksinya maupun dalam meningkatkan produktivitasnya. Dipenghujung, Pak Jaka menegaskan “corporate farming harus berbasis “organik”. Disamping bisa menghemat subsidi, produknya dipastikan lebih awet, lebih sehat, lebih marketable dan sangat mendukung kelestarian alam.
Menarik saat Bung Firdaus selaku moderator memancing audience untuk menguji gagasan konsep corporate farming yang rencananya akan diaplikasikan di wilayah banyumas. Tantangan ini pun disambut baik oleh peserta dan juga Pak Jaka selaku narasumber. Uji konsep ini diyakini akan bisa menyempurnakan konsep sehingga semakin menemukan titik aktivitasnya.
Pak Bima mengawali presentasinya dengan satu lembaran tanya, “bagaimana membangkitkan koperasi menjadi semangat nasional?”. Kaitannya dengan itu, beliau mengusulkan agar gagasan corporate farming dalam menyelesaikan persoalan pertanian dilembagakan dalam bentuk koperasi. Lebih tegasnya, beliau mengusulkan istilah corporate faming dirubah menjadi co-operative farming. Kemudian, beliau menyajikan peta persaingan saat ini kususnya sejak MEA diberlakukan. Banyaknya tenaga kerja asing bersertifikasi yang masuk ke Indonesia merupakan permasalahan serius kaitannya dengan kesempatan kerja bagi anak negeri. Oleh karena itu, peningkatan daya saing merupakan sesuatu yang wajib hukumnya. Hal ini tidak saja pada persoalan ketenagakerjaan, tetapi juga dalam hal kualitas produk”. Kemudian beliau memaparkan sekilas potret buram petani dimana saat produk melimpah harga jatuh dan saat panceklik harga melambung. Realitas ini terus berulang dan menimpa kehidupan petani sehingga memerlukan solusi komprehensif. Berkaitan dengan hal tersebut, revitalisasi diperlukan, baik revitalisasi dalam diri petani itu sendiri maupun kelembagaannya yang dalam hal ini adalah koperasi. Revitalisasi menyangkut pola fikir, bentuk organisasi, harapan baru, rubah sikap, pola hidup, perbaiki kinerja dan bentuk sinergitas. “Colaboration Gives You The Best Chance”, demikian Pak Bima menyampaikan pesan untuk menguatkan kerjasama dan penyatuan energi bila ingin memperbaiki nasib petani. Untuk itu, perlu penguatan koperasi yang berorientasi pada pemberdayaan anggota. Dipenghujung, beliau menyampaikan 3 (tiga) kunci pokok reformasi koperasi Indonesia, yaitu : rehabilitasi koperasi (koperasi aktif dan koperasi tidak aktif); re-orientasi koperasi (kualitas koperasi./bukan kuantitas) dan pengembangan koperasi (pemberdayaan koperasi, networking koperasi dan regulasi koperasi). Dipenghujung, Pak Bima menegaskan komitmennya mendukung upaya-upaya pengembangan nasib petani melalui koperasi.
Ada pegalaman menarik dari satu praktek program OVOP (One Village One Produk) di Jepang dimana visi mereka sangat sederhana namun begitu inspiratif, yaitu “Ingin hidup bahagia bersama”. Visi ini menggambarkan betapa kuatnya kemauan untuk membangun dan mengembangkan kerjasama.
Bapak Sudarmoko (akrab disapa dengan panggilan Mbah Moko) memulai presentasinya dengan testimoni bahwa beliau berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bukan pertanian. Namun, kesehariannya banyak menekuni integrated farming yang diberi nama “lembah kemuning farm”. Saat ini, lembaga itu menjadi Pusat Pelatihan Perikanan, Pertanian, Peternakan dan Perdesaan Swadaya. Beliau juga membentuk satu wadah bernama “Koperasi Produksi Gapura Sehat” yang fokus utamanya melindungi produksi yang dihasilkan oleh rakyat binaan.
“Negara yang kuat adalah negara yang bisa memenuhi kebutuhan pangannya”, demikian beliau membuka materi presentasi. Sementara itu, realitas sampai saat ini begitu meresahkan dimana Indonesia masih meng-impor kebutuhan pangannya. Hari ini, kehidupan petani juga masih begitu runyam karena terbelit banyak persoalan. Padahal, pangkal dari persoalan pangan justru ada di tangan petani. Hal sangat berbeda didapatinya di new zealand dimana profesi petani berposisi sebagai kasta tertinggi dari semua profesi yang ada. DIsana, petani begitu dihormati dan menjadi satu kebanggaan yang luar biasa. Hal ini sebagai imbas dari kontribusi pertanian terhadap income negara.
Berkaitan dengan pembangunan pertanian, beliau berpesan, “Semua akan menghasilkan sesuatu yang baik bila melalui proses yang baik”. Sebagai catatan, terlalu sulit mendapati produktivitas yang layak jika petani tidak menggunakan konsep integrated farming. Ragam karya inspiratif hasil besutan beliau dan timnya melengkapi presentasi tentang integrated farming. Beliau sukses menalarkan kepada audience seharusnya petani tidak miskin ketika menjalankan profesi mulianya dengan cara tepat dalam arti terencana, melalui tahapan-tahapan yang baik dan terkontrol. Apa yang beliau sajikan hari tidak saja menandaskan kreativitas & inovasi yang sangat keren, tetapi juga ,menegaskan ketulusan dan penjiwaan yang begitu kuat untuk menaikkan kualitas pertanian dan memperbaiki nasib petani.
Sekilas, beliau menggambarkan potret pertanian Indonesia antara lain : (i) peralihan kekuasaan ’60-‘70’ terjadi perubahan orientasi pembangunan; (ii) persoalan pangan hanya teratasi sementara; (iii) bencana mulai datang, persoalan lingkungan hidup, serta lahan pertanian mulai membelit, timbul ledakan hama, gagal panen juga dialami, import beras dan lain sebagainya. Beliau juga mengutip stages of economic growth dari WW.Rostow-1970 yang menegaskan perlunya negara berkemampuan memenuhi kebutuhan pangannya. Jika tidak, maka sulit berharap negara tersebut akan maju.
Dipenghujung, beliau mengutarakan bahwa kepeduliannya terhadap kondisi pertanian berawal dari mulai terjadinya krisis pangan yang dibuktikan adanya impor ragam komoditas pertanian, adanya kemiskinan, anak muda sudah tidak melihat pertanian sebagai sesuatu yang layak diharapkan dan lain sebagainya. .
Ada satu statemen inspiratif disampaikan Mbah Moko, “Negara seharusnya hadir di setiap kreativitas masyarakat, hal ini yang tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah di negara kita”. Budaya supporting semacam ini akan mendorong gairah setiap warga menumbuhkembangkan kreativitas melalui optimalisasi potensi diri.
- Penghujung
Alhamdulillah, seminar ini berjalan lancar dan sangat layak diacungi jempol serta melahirkan suasana berbeda. Antusiasme tinggi peserta atas pegelaran seminar ini memaksa perpanjangan waktu sampai 1,5 jam lebih lama dari yang dijadualkan semula. Ini sebuah hal jarang dan berharap menjadi satu awalan baik yang akan berlanjut pada tindakan-tindakan progressif dan efektif bagi peningkatan kedaulatan pangan. Aamiin
Sumber: http://www.arsadcorner.com/2016/10/seminar-menjangkarkan-kedaulatan-pangan.html
Koordinasi Kegiatan Desa Bina Fakultas Pertanian Unsoed
Hari Jumat, 12 Mei 2017 di ruang rapat Fakultas Pertanian UNSOED, dilakukan rapat koordinasi terkait dengan kegiatan pengabdian masyarakat yang akan dilakukan di desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas. Hadir pada rapat tersebut Dekan Fakultas Pertanian UNSOED, beberapa dosen Fakultas Pertanian, Kepala Desa Wlahar Wetan dan elemen masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Dekan Faperta UNSOED Dr. Ir. Anisur Rosyad, MS. menyatakan bahwa sepakat untuk terlibat aktif untuk membangun desa Wlahar Wetan berbasis pertanian. Untuk itu diperlukan kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat yang selaras dengan program desa yang sudah ada. Agar kegiatan dapat menjawab kebutuhan petani desa Wlahar Wetan maka diperlukan Forum Group Discussion (FGD) terlebih dahulu. Hal itu dilakukan untuk menggali dan memetakan solusi prioritas terkait transfer teknologi yang akan dilakukan oleh Fakultas Pertanian UNSOED. Di sisi lain, Kepala Desa Wlahar Wetan, Dodit, SE. menyatakan bahwa secara umum desa Wlahar Wetan membutuhkan teknologi yang mengarah pada pengembangan Integrated Farming System (IFS). Petani di desa Wlahar Wetan membutuhkan konten pendampingan yang lebih aktual dan update untuk mempercepat tercapainya mimpi IFS tersebut. Tentunya hal tersebut disertai pendekatan yang tepat karena sumber daya manusia di desa Wlahar Wetan tidak sama. Apapun itu, jika ada konten dari universitas yang mendukung tercapainya IFS di desanya, hal tersebut merupakan tambahan positif bagi masyarakat desa. Menurutnya, salah satu jalan pintas (shortcut) untuk mencapai IFS adalah berkolaborasi langsung dengan universitas.
Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut melahirkan beberapa kesepakatan tindak lanjut kegiatan pengabdian masyarakat di desa Wlahar Wetan Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas. Salah satunya, dalam waktu dekat akan dilakukan FGD agar program kerja pengabdian masyarakat dapat segera tercipta. Selanjutnya, program kerja tersebut akan ditindaklanjuti dengan serangkaian action dari civitas Fakultas Pertanian UNSOED. Bravo Faperta UNSOED, konsisten membangun perdesaan dengan kearifan lokal. (Riz)
Sumber: http://faperta.unsoed.ac.id/2017/05/17/koordinasi-kegiatan-desa-binaan-fakultas-pertanian-unsoed/
Faperta Unsoed Dampingi Desa Wlahar Wetan Kembangkan Pertanian Organik Berbasis Varietas
[unsoed.ac.id, Kam, 31/08/17] Masyarakat Desa Wlahar Wetan Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas mulai menyadari dampak penggunaan bahan-bahan kimia sintetis secara terus-menerus dalam aktivitas pertaniannya. Produksi padi dan hasil pertanian justru menurun akibat degradasi daya dukung lahan. Revitalisasi daya dukung lahan pertanian mulai diupayakan dengan menerapkan budidaya organik secara terpadu dengan mengembangkan varietas lokal. Hal tersebut terungkap dalam Focus Group Discussion Pemetaan Potensi Desa dalam rangka Program Pengabdian kepada Masyarakat Skim Bina Desa Fakultas Pertanian UNSOED yang dilaksanakan pada hari Selasa, 29 Agustus 2017 bertempat di Balai Desa Wlahar Wetan.
Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Ir. Anisur Rosyad, M.S dalam sambutan pengantar FGD menyampaikan bahwa Faperta UNSOED memiliki berbagai teknologi hasil penelitian yang berpotensi dalam pemecahan berbagai permasalahan masyarakat khususnya di bidang pertanian yang wajib disampaikan kepada berbagai pihak agar dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
Kepala Desa Wlahar Wetan, Dodiet Prasetyo yang memandu langsung diskusi ini menyambut baik kehadiran pihak Faperta UNSOED, dan berharap terjalin sinergi dalam pendayagunaan potensi desa sehingga mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Perjalanan diskusi mengungkap kendala-kendala yang dihadapi oleh petani di desa yang telah meneguhkan tekad untuk membangun kemandirian di bidang pangan ini, yang utama adalah sulitnya mendapatkan air untuk pengairan padi saat musim kemarau, sehingga pada lahan-lahan yang tidak terfasilitasi jaringan irigasi rata-rata petani hanya dapat menanam satu kali dalam satu tahun.
Karakteristik tanah di Desa Wlahar Wetan yang lengket saat hujan dan keras serta pecah-pecah saat kering menyebabkan penurunan produksi padi secara tajam, bahkan puso. Beberapa inovasi teknologi, termasuk varietas-varietas unggul padi yang dihasilkan peneliti Faperta UNSOED sudah banyak membantu petani di berbagai wilayah nusantara yang mengalami kendala serupa. Salah satu varietas yang telah tersebar luas pengembangannya di 26 provinsi, adalah padi gogo aromatik Inpago Unsoed 1 yang dirakit oleh Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S. dan Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D. Penayangan profil dan pengembangan varietas unggul padi gogo aromatik di berbagai daerah dengan kendala spesifik menarik perhatian peserta diskusi, yang dengan antusias menggali lebih banyak lagi informasi dari Dekan yang didampingi Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Ir. Siswantoro, M.P dan tim bina desa Faperta UNSOED yang terdiri dari Karseno, S.P., M.P., Ph.D. Dr. Ir. Agus Sutanto, M.P., Ir. Mujiono, M.P. dan Akhmad Rizqul Karim, S.P. dan Dyah Susanti, S.P. M.P.
Inpago Unsoed 1 merupakan varietas unggul padi gogo yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan, berdaya hasil tinggi di lahan kering (potensi hasil 7,42 ton/ha dan lebih tinggi jika ditanam secara organik), umurnya genjah/pendek (sekitar 117hst seperti IR 64) dan memiliki keistimewaan kualitas hasil, yaitu teksturnya pulen dan wangi/aromatik. Sifat responsif Inpago Unsoed 1 terhadap budidaya organik serta tekstur nasi yang pulen dan aromatik ini sesuai dengan program pengembangan beras premium organik yang mulai dirintis oleh masyarakat Desa Wlahar Wetan menggunakan varietas lokal Menthik Susu dan padi hitam dengan cap produk Beras Jawa. Inpago Unsoed 1 dirakit dari varietas lokal padi gogo berdaya hasil tinggi umur genjah yaitu Poso dengan padi sawah yang memiliki kualitas hasil tinggi dan aromatik yaitu Menthik Wangi, sehingga menambah kemantapan perangkat dan petani Desa Wlahar Wetan untuk mengembangkannya pada musim tanam pertama tahun ini dengan pendampingan budidaya organik dengan aplikasi berbagai komponen teknologi yang mendukung dari hasil penelitian dan pengembangan para peneliti Faperta UNSOED yang dipaparkan oleh Karseno, S.P., M.P., Ph.D. Faperta Unsoed kembali berkiprah dalam perannya sebagai sahabat petani. UNSOED kembali meneguhkan komitmen mengembangkan potensi perdesaan dan kearifan lokal.
Maju Terus, Pantang Mundur, Tak Kenal Menyerah! (Dyah S. 30/08/2017)