Di awal tahun ini hampir seluruhnya Bank Kredit Desa (BKD) di wilayah Kabupaten Banyumas memiliki beberapa permasalahan mendasar yang sama pada isu status kepemilikan yang tidak jelas dan tidak memiliki status badan hukum dalam menghadapi perubahan baru di wilayah kebijakan regulasi perbankan nasional saat ini. Isu kepemilikan dan badan hukum BKD inilah menjadikan perhatian yang serius dari seluruh Pemerintah Desa yang mempunyai BKD di wilayahnya masing-masing karena notabene lahir dari usaha milik kelompok masyarakat desa yang pada saat itu terbentuk melalui lumbung desa. Semangat masyarakat desa bersama-sama Pemerintah Desa nya mendirikan “lumbung desa” pada saat itu sangatlah kuat guna mendorong pembangunan ekonomi di wilayahnya dengan harapan agar Lumbung Desa ini nantinya bisa membantu dan memberikan pelayanan kebutuhan kredit khusus kepada penduduk desa yang mempunyai usaha kecil agar dapat berkembang dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bagi Desa Wlahar Wetan sendiri, Keberadaan BKD saat ini dirasakan sangat membantu pada masyarakatnya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya usaha skala kecil dan menengah sebagai penunjang ekonomi di desa kami. Untuk itulah kami ingin menyelesaikan terlebih dahulu isu-isu tersebut diatas mengingat hal ini menjadi syarat awal BKD dalam melakukan proses transformasi untuk memasuki kebijakan regulasi perbankan melalui unit usaha BUMDes.
Dikutip dari sambutan pengantar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Marwan Jafar pada sambutan pengantar di buku “KETAHAHANAN MASYARAKAT DESA” dan “BUMDES:SPIRIT USAHA KOLEKTIF DESA” mengatakan bahwa tantangan lainnya bagi pendamping desa nantinya adalah bersama-sama dengan Pemerintah Desa untuk bersinergi dalam melakukan transformasi hasil implementasi kebijakan usaha ekonomi desa yang selama ini masuk ke dalam praktis Kewenangan Lokal Berskala Desa, baik pada basis lokus Desa maupun Kawasan Perdesaan. UPK PNPM-Mandiri Perdesaan merupakan salah satu agenda pendirian/pembentukan BUM Desa Bersama pada basis lokus Kawasan Perdesaan (“Membangun Desa”), sedangkan BKD (Bank Kredit Desa) menghadapi persoalan transformasi dari berbagai bentuknya saat ini (BPR/Koperasi/PT) menuju LKM (Lembaga Keuangan Mikro) yang berpeluang menjadi Unit Usaha BUM Desa yang berbadan hukum.
Isu kebijakan saat ini juga berkembang sangat baik dan memberikan kepercayaan diri pada Pemerintah Desa dengan semakin menguatnya dukungan dari kebijakan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) terhadap eksistensi dan transformasi BKD (Bank Kredit Desa) menjadi BUM Desa. BUM Desa nantinya merupakan institusi Desa yang ditetapkan melalui Perdes. Dilain pihak, BKD dengan status sebelumnya berupa BPR/Koperasi/lainnya hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh WNI, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, Pemda, atau dapat dimiliki bersama diantara ketiganya. Dengan demikian, Desa tidak secara eksplisit dapat menjadi pemegang saham BKD dengan status tersebut. Salah satu opsi kebijakannya adalah BKD melakukan transformasi transformasi BKD (Bank Kredit Desa) menjadi LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dan berkedudukan sebagai unit usaha BUM Desa dengan kepemilikan BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen sebagai pemegang saham mayoritas.
Semoga, dengan mendapatkan perspektif yang lebih jelas kedepannya, bentuk dan luas pengaturan yang akan dilakukan Pemerintah Pusat melalui Badan OJK akan dapat menjadi lebih terarah dan dapat mengakomodir proses transformasi yang diharapkan oleh semua Pemerintah Desa pada umumnya dan masyarakat desa khususnya. Dalam legitimasi nilai asal usul sesungguhnya bahwa BKD sebagai milik masyarakat desa seutuhnya agar bermuara dan menjadikan aset desa yang kuat dan mandiri dalam kebijakan gerakan usaha ekonomi Desa Kita Tercinta.***