Program Pengembangan Sektor Riil dan UMKM Melalui Pola Klaster
Dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia antara lain bertugas mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang stabil. Sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi Bank Indonesia melalui kebijakan moneter. Sedangkan dari sisi penawaran yang berada diluar pengendalian Bank Indonesia, dilakukan program pemberdayaan sektor riil dan UMKM melalui pola klaster. Adapun sektor/komoditas yang dipilih antara lain didasarkan pada kriteria komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi. Dengan demikian fasilitasi dapat membantu meningkatkan pasokan, memperbaiki jalur distribusi serta mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif. Meskipun demikian, program juga juga dilakukan pada komoditas yang berorientasi ekspor atau komoditas unggulan wilayah.
Dalam implementasinya, melalui pendekatan klaster yang merupakan upaya untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, diharapkan perusahaan atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.
Fasilitasi yang dilakukan Bank Indonesia dalam bentuk bantuan teknis bagi 35 klaster di 18 Kantor Bank Indonesia (KBI). Komoditas yang didukung meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta industri pengolahan. Kriteria pemilihan klaster berdasarkan komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi maupun komoditas unggulan di masing-masing wilayah.
Dalam pengembangan ekonomi, klaster industri merupakan cara pandang yang komprehensif dalam meningkatkan daya saing sektor tertentu dalam suatu wilayah geografis dengan melibatkan seluruh entitas yang saling tergantung (interdependence) dalam rantai nilai seperti pelaku usaha (hulu dan hilir), industri pendukung, lembaga pendukung, serta industri terkait. Menurut Michael Porter dalam bukunya Clusters and The New Economics of Competition (1998), Klaster didefinisikan sebagai “konsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan, pemasok, penyedia jasa, perusahaan-perusahaan di industri terkait, dan lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas, lembaga standar, dan asosiasi perdagangan) di bidang-bidang tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama (Porter 1998). Penumbuhkembangan klaster mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond model yang mengarah kepada daya saing industri, yaitu (1) faktor input (input condition factor), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi perusahaan dan persaingan (context for firm and rivalry strategy)”.
Secara agregat terdapat 16 faktor keberhasilan dalam pengembangan klaster yang diperoleh berdasarkan telaah pustaka (A Report to the Departement of Trade and Industry and the English Regional Development Agencies) dan telah dikonfirmasi kepada responden, sbb :